Jumat, 10 Agustus 2012

Mantan Pelatih Sriwijaya FC 2005-2011

Logo Sriwijaya FC ( internet / sriwijaya-fc.com )
Kita tentu sering mendengar sebuah kalimat yang berbunyi, “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah”. Kalimat tersebut sering juga disingkat dengan "JAS MERAH" yang merupakan kalimat peringatan dari mantan Presiden Republik Indonesia yang bernama Ir. Soekarno dan juga merupakan proklamator kemerdekaan Indonesia.

Betapa dahsyat kalimat peringatan tersebut. Kalimat tersebut mengingatkan kita agar tidak pernah melupakan sejarah yang telah terjadi. Sejarah bisa kita gunakan sebagai kenangan atau bahkan sebagai sarana pembelajaran bagi kita untuk menjadi lebih baik dari masa lalu.

Setiap sendi kehidupan ataupun bagian dari negara ini, pasti mempunyai sejarah. Salah satunya adalah sejarah perjalanan Sriwijaya FC yang merupakan klub kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan.

Selama perjalanan Sriwijaya FC, sejak lahir pada 23 Oktober 2004 yang lalu, sampai musim 2011/2012 yang lalu, telah banyak sekali menghadirkan kisah dan cerita serta tentunya sejarah tentang orang-orang yang pernah menjadi pelatih di Sriwijaya FC.

Mantan pelatih tersebut telah menjadi bagian dari sejarah perjalanan hidup Sriwijaya FC dengan prestasi yang telah didapatkan oleh klub yang sering dipanggil dengan nama Laskar Wong Kito ini. Tercatat, ada lima orang yang pernah menjadi mantan pelatih Sriwijaya FC. Lima orang mantan pelatih tersebut adalah Erick William, Jenni Wardin, Suimin Diharja, Rahmad Darmawan, dan Ivan Kolev.


1. Erick William (2005)

Setelah Sriwijaya FC di take over oleh pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang sebelumnya bernama Persijatim Solo FC, jajaran manajemen yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, langsung menunjuk Erick William menjadi pelatih Sriwijaya FC.

Sebelum menjadi pelatih Sriwijaya FC, Erick William merupakan pelatih Persijatim Solo FC yang merupakan cikal bakal berdirinya Sriwijaya FC. Selama menjadi pelatih Persijatim Solo FC, pelatih berkebangsaan Australia namun lahir di Inggris ini, tidak terlalu menunjukkan keberhasilan. Ketika kita mencari informasi mengenai Erick William dengan menggunakan mesin pencari di internet, maka kita akan mendapatkan informasi mengenai kekalahan ataupun hasil imbang yang didapatkan oleh Persijatim Solo FC.

Salah satu pertandingan yang dilalui oleh Persijatim Solo FC pada waktu dibawah kepelatihan Erick William adalah hasil imbang yang didapatkan ketika melawan PSM Makassar pada hari Kamis tanggal 23 September 2004. Pada saat selesai pertandingan tersebut, Erick William langsung pulang ke mess tanpa menemui pemainnya terlebih dahulu di kamar pakaian.

Pada saat itu, Pertandingan antara Persijatim Solo FC melawan PSM Makassar dilaksanakan di Stadion Manahan Solo dan dipimpin oleh Wasit Yesayas Leihitu. Ketika babak pertama selesai, Persijatim unggul 1-0 melalui gol yang dicetak oleh Greg Nwakonu pada menit ke 9. Namun, keunggulan tersebut akhirnya bisa disamakan oleh Marc Orland pada menit ke 79. Hingga akhir pertandingan, kedudukan 1-1 tetap tidak berubah. (suaramerdeka.com : Erick Williams Sangat Kecewa)

Setelah menjadi pelatih Sriwijaya FC pada awal Sriwijaya FC berdiri, Erick William pun tidak dapat menunjukkan kemampuannya untuk membawa Sriwijaya FC menjadi klub sepak bola yang terbaik di Indonesia. Padahal, waktu itu Sriwijaya FC diisi oleh pemain-pemain yang sesuai antara kemampuan yang mereka miliki dengan posisi bermain mereka. Adapun beberapa pemain yang ada pada masa kepelatihan Erick William adalah Carlos Renato Elias, Jarot, Eka Santika, Deni Santika, Khairo Rifo, Hernan Ariel, Fauzi, Wenzi, Septarianto, Andre Amagazih, dan Zoalang.

Oleh karena prestasi yang ditunjukkan oleh Erick William selama menjadi pelatih Sriwijaya FC, akhirnya manajemen pun memutuskan untuk melakukan pemecatan terhadap Erick William. Alasan pemecatannya antara lain dikarenakan tidak membaiknya posisi Sriwijaya FC di klasemen sementara kompetisi dan juga keadaan manajemen Sriwijaya FC yang belum stabil dikarenakan baru pertama kali mengelola klub sepak bola professional yang berlaga di kompetisi tertinggi di Indonesia.

Setelah dipecat oleh Sriwijaya FC, Erick William ternyata menjadi pelatih PSMS Medan. Prestasi yang didapatkan oleh Erick William bersama PSMS Medan, juga tidak terlalu beredar luas di dunia maya. Ketika kita memasukkan kata kunci Erick William dan PSMS Medan, maka kita akan mendapatkan berbagai informasi diantaranya adalah rasa pusing yang didapatkan oleh Erick William dikarenakan hanya mendapatkan hasil imbang 2-2 ketika bermain menghadapi Persita Tangerang pada tanggal 14 Oktober 2008 di Stadion Jatidiri, Semarang.

Gol PSMS pada waktu itu dicetak oleh Fabricio Bastos dan Leonardo Martins melalui tendangan penalti diakhir babak kedua. Total sebanyak lima kali pertandingan yang kandang yang dilakukan oleh PSMS Medan, tidak pernah mendapatkan kemenangan. (kompas.com | PSMS Imbang Lagi, Erick Williams Pusing)

Kini, informasi terakhir yang berhasil dikumpulkan, Erick William menjadi pelatih salah satu klub sepak bola yang berlaga di kompetisi negara Myanmar. Klub tersebut bernama Yangon United Football Club.

Yangon United Football Club merupakan klub sepak bola yang bermarkas di Aung San Stadium stadion negara Myanmar. Klub yang berjuluk The Lions ini dimiliki oleh bisnisman yang bernama Tay Za ini, pertama kali mengikuti kompetisi tertinggi di Myanmar pada tahun 2009 dan berhasil menjadi runner-up pada tahun yang sama. (Wikipedia.org | Yangon United F.C.)

Prestasi Yangon United dibawah kepelatihan Erick William, sangatlah membanggakan. Hingga tulisan ini dibuat, Yangon United Football Club berada di peringkat kedua dengan total 22 pertandingan yang telah dilalui dan terdiri dari 14 klub yang mengikuti kompetisi. Yangon United berhasil mendapatkan 48 poin dari total 14 kali kemenangan, 6 kali hasil imbang, 2 kali mendapatkan kekalahan, 57 kali memasukkan bola ke gawang lawan, dan 15 kali kemasukkan bola. (Website Persatuan Sepak Bola Myanmar : http://www.myanmarnationalleague.com/league-table diakses tanggal 09 Agustus 2012)


2. Jenni Wardin (2005)

Setelah manajemen Sriwijaya FC secara resmi melakukan pemecatan terhadap Erick William, maka kursi sebagai pelatih utama di Sriwijaya FC pada musim 2005 tersebut, secara otomatis langsung kosong. Jenni Wardin yang pada waktu Erick William menjadi pelatih Sriwijaya FC menjabat sebagai asisten pelatih, langsung diberikan kepercayaan oleh manajemen untuk menjadi pelatih utama di Sriwijaya FC.

Prestasi Jenni Wardin sebelum menjadi asisten pelatih ataupun pelatih utama di Sriwijaya FC, memang tidak terlalu banyak terdengar. Diantara prestasi yang telah didapatkan oleh Jenni Wardin adalah menjadi pelatih Semen Padang dan berhasil mengalahkan Thailand dengan kemenangan akhir 4-2 pada pertandingan Turnamen Sepak Bola Piala Dr TD Pardede pada bulan September tahun 2000 yang lalu. Pada waktu mengalahkan Thailand, gol semen padang di cetak oleh Erol FX Iba, dua gol dari Purwanto, dan satu gol terakhir dicetak oleh Nico Susanto.

Pertandingan tersebut, merupakan pertandingan yang dianggap sebagai ajang pemanasan bagi para pemain Semen Padang karena pada waktu itu, Semen Padang sedang bersiap menghadapi kompetisi liga Indonesia yang ketujuh. Jenni Wardin hanya mengajak para pemain Semen Padang untuk menciptakan kemenangan dan tetap menjunjung tinggi sportifitas. (MutiaraHolidays.com | PARDEDE CUP 1999: Semen Padang dan Hartap ke "Grand Final")

Selain mendapatkan kemenangan, Jenni Wardin juga pernah mendapatkan kekalahan. Pada waktu itu, Semen Padang menghadapi Persija Jakarta dalam lanjutan kompetisi Liga Indonesia Bank Mandiri VII. Semen Padang kalah 0-2 dari Persija melalui gol yang dicetak oleh Antonio Claudio serta Budi Sudarsono dan pertandingan tersebut dilaksanakan di stadion Lebak Bulus, Jakarta, pada hari Kamis tanggal 25 Januari 2001. (http://www.tempo.co.id | Persija Bungkam Semen Padang 2-0)

Selama menjadi pelatih Sriwijaya FC ketika menggantikan posisi Erick William, hasil pertandingan dan prestasi yang didapatkan oleh Jenni Wardin tidak terlalu baik. Salah satu hasil pertandingan ketika Jenni Wardin menjadi pelatih Sriwijaya FC adalah harus kalah 0-3 dari PSPS Pekanbaru pada hari Rabu tanggal 18 Mei 2005 ketika pertandingan tersebut dilaksanakan di Stadion Rumbai, Pekanbaru. Gol PSPS Pekanbaru dicetak oleh Gustavo Ortiz, Nova Zainal, dan Rochi Rochy putirai.

PSPS Pekanbaru yang berhasil mengalahkan Sriwijaya FC dan berhak mendapatkan tiga poin, membuat poin sementara yang didapatkan klub yang dilatih oleh Rully Nerre pada waktu itu adalah 12 poin dari 12 pertandingan yang telah dilalui. Sedangkan Sriwijaya FC harus rela berada di peringkat 14 dari 14 klub yang berlaga di Wilayah Barat pada musim tersebut dengan 8 poin yang telah didapatkan. (http://www.riauterkini.com | PSPS Sukses Tekuk Sriwijawa FC 3-0)

Target yang ditetapkan manajemen Sriwijaya FC agar Jenni Wardin bisa membawa Sriwijaya FC berada di wilayah aman kompetisi, ternyata tidak berhasil diwujudkan dan Jenni Wardin pun akhirnya dipecat oleh manajemen Sriwijaya FC dan digantikan oleh Suimin Diharja.


Suimin Diharja
3. Suimin Diharja (2005/2006)

Setelah melakukan dua kali pergantian pelatih pada musim 2005 dikarenakan hasil yang didapatkan oleh Sriwijaya FC masih membahayakan, akhirnya manajemen Sriwijaya FC pun memutuskan untuk merekrut Suimin Diharja sebagai pelatih Sriwijaya FC pada sisa musim tersebut. Target yang ditetapkan oleh manajemen Sriwijaya FC pada waktu itu, tidak terlalu tinggi, hanya meminta agar Suimin Diharja bisa membuat Sriwijaya FC tidak terdegradasi.

Ternyata, keputusan manajemen untuk merekrut Suimin Dijarka yang dikenal sebagai “Pelatih Kampung” ini tidak salah. Peringkat Sriwijaya FC semakin membaik. Beberapa pertandingan yang telah dilalui, terdapat kemenangan yang berhasil diciptakan. Hasilnya, Sriwijaya FC berada di peringkat 9 klasemen akhir Wilayah Barat Divisi Utama Liga Indonesia pada tahun 2005 tersebut. (http://id.wikipedia.org | Divisi Utama Liga Indonesia 2005)

Memasuki awal musim kompetisi tahun 2006, Sriwijaya FC mulai mendatangkan pemain-pemain baru dengan tujuan untuk dapat memperbaiki peringkat Sriwijaya FC agar lebih baik dari musim sebelumnya. Adapun pemain-pemain yang didatangkan oleh manajemen dan pelatih Sriwijaya FC adalah Emeka Okoye, Stephen Mennoch, Antoni Ihnibong, dan Patricio Jimenez. Selain itu, dua orang pemain Indonesia yaitu Andi Odang dan Nico Susanto pun juga direkrut oleh Sriwijaya FC. Namun, pada pertengahan musim kompetisi, Emeka Okoye, Antoni Ihnibong, dan Stephen Mennoch, dilepas oleh manajemen Sriwijaya FC dan diganti dengan Torik El Jannaby, Frank Seator, dan Bradley Scott.

Target yang diberikan oleh manajemen Sriwijaya FC kepada Suimin Diharja pada musim 2006/2007 yaitu berada di papan tengah klasemen akhir, berhasil diwujudkan oleh pelatih yang lebih senang dipanggil “Abang” dan juga sering menggunakan “topi pet”. Sriwijaya FC berada di Peringkat 6 klasemen akhir Divisi Utama Liga Indonesia tahun 2006 dan Sriwijaya FC pun mulai dikenal oleh banyak orang karena sering menjadi batu sandungan bagi klub lain dalam perjalanan kompetisi musim tersebut. (http://id.wikipedia.org | Divisi Utama Liga Indonesia 2006)

Namun, dikarenakan prestasi Sriwijaya FC yang belum stabil yaitu ketika Sriwijaya FC bermain di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring sering menang dan imbang, namun ketika bermain di kandang lawan sangat susah mendapatkan kemenangan, Suimin Diharja pun akhirnya secara resmi tidak diperpanjang lagi kontraknya sebagai pelatih untuk musim 2007/2008.

Walaupun telah dipecat, namun nama Suimin Diharja masih tetap melekat di hati para penggemar Sriwijaya FC. Setiap kali datang ke Palembang, Suimin Diharja yang melatih Persikabo, PSMS, Persitara, dan Persijap Jepara setelah menjadi pelatih Sriwijaya FC, selalu diterima dengan baik dan dengan suasana persaudaraan oleh para penggemar Sriwijaya FC dan tanpa ragu, Suimin Diharja pun mengucapkan bahwa ketika ke Palembang, dirinya terasa seperti pulang kampung.

“Saya ucapkan assalamulaikum untuk Singa Mania, Sriwijaya Mania dan seluruh suporter SFC, maklum saya tahu ada suporter lainnya (Beladas) yang setia mendukung SFC,” Kata Suimin Diharja. (http://palembang.tribunnews.com | Saya Pulang Kampung)


Rahmad Darmawan (http://www.supersoccer.co.id)
4. Rahmad Darmawan (2007/2008 – 2009/2010)

Setelah musim 2006/2007 selesai dan manajemen Sriwijaya FC memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak Suimin Diharja, akhirnya manajemen pun mengambil keputusan untuk segera mencari pelatih baru guna menghadapi musim 2007/2008.

Sebelum kompetisi musim 2007/2008 berjalan, manajemen pun melibatkan semua elemen Sriwijaya FC dalam hal memberikan masukan mengenai nama pelatih yang pantas menjadi pelatih utama Sriwijaya FC pada musim tersebut. Terdapat beberapa nama yang diusulkan oleh elemen Sriwijaya FC, diantaranya adlah Daniel Roekito, Danurwindo, Bonggo Pribadi, Jaya Hartono, Yusak Susanto, Sultan Harhara, dan Mustakim. Setelah dipertimbangkan lebih lanjut, nama Danurwindo dan Rahmad Darmawan merupakan calon pelatih yang mendapatkan suara terbanyak. Namun akhirnya, manajemen Sriwijaya FC pun memutuskan untuk merekrut Rahmad Darmawan.

Rahmad Darmawan pun dikontrak sebagai pelatih utama oleh manajemen Sriwijaya FC. Pada waktu itu, target yang ditetapkan oleh manajemen Sriwijaya FC adalah menjadi juara. Guna mewujudkan target tersebut, manajemen Sriwijaya FC bersama dengan Ramhad Darmawan mendatangkan pemain-pemain baru seperti Christian Lenglolo, Ambrizal, Christian Worabay, Zah Rahan, Keith Kayamba Gumbs, dan Benben Berlian.

Musim 2007/2008 tersebut merupakan sejarah baru bagi Sriwijaya FC. Klub yang bermarkas di kota Palembang dan merupakan kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan tersebut, berhasil menjadi juara Divisi Utama Liga Indonesia setelah mengalahkan PSMS Medan dengan kedudukan akhir 3-1 pada tanggal 10 Februari 2008 di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung.

Pada musim 2007 tersebut, peserta kompetisi terdiri dari 36 klub sehingga harus menggunakan sistem dua wilayah. Masing-masing wilayah berisi 18 klub. Pada klasemen akhir wilayah satu, Sriwijaya FC berhasil menjadi peringkat pertama dengan total 66 poin dari 34 pertandingan yang telah dijalani dengan rincian 20 kali mendapatkan kemenangan, 6 kali hasil imbang, dan 8 kali mendapatkan kekalahan serta memasukkan gol sebanyak 59 kali dan kemasukkan gol sebanyak 31 kali.

Oleh karena berhasil menduduki peringkat pertama wilayah satu, Sriwijaya FC berhak melaju ke babak 8 besar diikuti oleh Persija, PSMS Medan, dan Persik Kediri. Sedangkan wilayah dua diisi oleh Persipura, Persiwa, Deltras, dan Arema Indonesia. Setelah dilakukan pengundian, Sriwijaya FC berada di grup A bersama Persiwa, PSMS, dan Arema Indonesia. Sedangkan grup B diisi oleh Persipura Jayapura, Persija Jakarta, Deltras Sidoarjo, dan Persik Kediri.

Pada pertandingan final yang mempertemukan antara PSMS Medan dengan Sriwijaya FC di Stadion Si Jalak Harupan, Sriwijaya FC berhasil menang 3-1 melalui gol yang dicetak oleh Obiora, Keith Kayamba Gumbs, dan Zah Rahan. Kemenangan tersebut membuat Sriwijaya FC untuk pertama kalinya berhasil menjadi klub termuda yang berhasil menjuarai kompetisi tertinggi di Indonesia, pada waktu itu masih berusia tiga tahun.

Selain berhasil menjuarai Divisi Utama Liga Indonesia pada tahun 2007/2008 tersebut, Sriwijaya FC dibawah pelatih Rahmad Darmawan, berhasil mendapatkan gelar juara Piala Indonesia pada musim 2007/2008 setelah mengalahkan Persipura melalui tendangan penalti dengan kedudukan akhir 4-1 setelah sebelumnya hanya bermain imbang 1-1 pada tanggal 13 Januari 2008. Hasilnya, Sriwijaya FC menjadi klub pertama yang berhasil mendapatkan gelar juara secara bersamaan dalam satu musim sehingga dicatat dalam buku Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai klub sepak bola pertama yang berhasil mendapatkan gelar Juara Kompetisi Tertinggi dan juga Juara Piala Indonesia secara bersamaan pada tahun 2007/2008.

Setelah musim 2007/2008 berlalu, Rahmad Darmawan beserta manajemen Sriwijaya FC mulai melakukan perbaikan. Pemain yang dianggap tidak memberikan kontribusi yang sangat baik kepada Sriwijaya FC, kontrak mereka akhirnya tidak diperpanjang. Salah satu pemain yang dilepas adalah Christian Lenglolo dan manajemen pun merekrut Ngon A Djam.

Musim 2008/2009 yang sudah tidak lagi menggunakan nama Divisi Utama Liga Indonesia dan diganti dengan nama Liga Super Indonesia (LSI) atau Indonesian Super League (ISL), merupakan musim yang kurang berpihak dengan Sriwijaya FC. Sriwijaya FC gagal mempertahankan posisi sebagai juara bertahan. Pada saat itu, Sriwijaya FC berada pada posisi ke 5 dari 18 klub yang mengikuti kompetisi. Persipura Jayapura menjadi juara dengan total poin 80 dari total 34 pertandingan yang telah dilalui dan mendapatkan 25 kali kemenangan, 5 kali hasil imbang, dan 4 kali kekalahan serta memasukkan bola sebanyak 81 kali dan kemasukkan sebanyak 25 kali. Sedangkan Sriwijaya FC berhasil mendapatkan kemenangan sebanyak, 15 kali, hasil imbang sebanyak 9 kali, dan kekalahan sebanyak 10 kali serta memasukkan bola sebanyak 60 kali dan kemasukkan bola sebanyak 45 dengan total nilai sebanyak 54 poin dari total 34 pertandingan yang telah dijalani.

Walaupun gagal mempertahankan gelar Juara ISL, Rahmad Darmawan dan pemain, tetap memberikan gelar juara kepada Sriwijaya FC pada musim tersebut. Gelar juara yang berhasil didapatkan adalah gelar juara Copa Dji Sam Soe (Piala Indonesia) untuk kedua kalinya setelah mengalahkan Persipura Jayapura dengan kedudukan akhir 3-0 pada tanggal 28 Juni 2009 dan pemain Sriwijaya FC yang bernama Richard Anaoure Obiora menjadi pemain terbaik Piala Indonesia pada musim tersebut.

Musim 2009/2010 merupakan musim yang terakhir bagi Rahmad Darmawan bersama Sriwijaya FC. Ketika diakhir sisa kontraknya tersebut, Rahmad Darmawan kembali mempersembahkan gelar juara Piala Indonesia untuk yang ketiga kalinya setelah berhasil mengalahkan Arema Indonesia dengan kedudukan akhir 2-1 melalui gol yang dicetak oleh Keith Kayamba Gumbs dan Pavel Solomin pada tanggal 01 Agustus 2010. (Youtube.com | Sriwijaya fc vs Arema (2-1) Piala Indonesia 2010)

Selama bersama Sriwijaya FC, Rahmad Darmawan yang pernah menjadi pelatih Persikota, Persipura, dan Persija tersebut, telah menjadi bagian dari Sejarah Sriwijaya FC dalam pencapaian prestasi yang telah didapatkan oleh Sriwijaya FC dan juga telah menjadi salah satu legenda bagi Sriwijaya FC karena pelatih yang lahir di Metro, Lampung, pada tanggal 26 November 1966 yang lalu, telah berhasil mempersembahkan satu gelar juar Divisi Utama Liga Indonesia dan tiga gelar juara Piala Indonesia bagi masyarakat penggemar Sriwijaya FC.


Ivan Kolev
5. Ivan Venkov Kolev (2010/2011)

Setelah Rahmad Darmawan tidak lagi menjadi pelatih Sriwijaya FC, manajemen Sriwijaya FC pun langsung mencari pengganti yang akan menjadi pelatih Sriwijaya FC pada musim 2010/2011. Setelah dilakukan penyeleksian dengan berbagai pertimbangan, akhirnya nama Ivan Venkov Kolev pun terpilih sebagai pelatih Sriwijaya FC pada musim tersebut.

Ketika direkrut oleh dengan nilai kontrak yang kurang lebih satu miliar, pelatih yang lahir di Sofia, Bulgaria, pada tanggal 14 Juli 1957 ini, diberikan target oleh manajemen Sriwijaya FC untuk mendapatkan dua gelar juara yaitu gelar juara Indonesian Super League dan gelar juara Piala Indonesia.

Setelah secara resmi menjadi pelatih Sriwijaya FC, Ivan Kolev pun berjanji akan memberikan prestasi yang maksimal bagi Sriwijaya FC di kompetisi Indonesian Super League (ISL) dan juga Piala Indonesia.

“Yang jelas saya akan memberikan hasil maksimal bagi SFC. Saya akan coba mengembalikan SFC ke puncak kejayaan dengan meraih juara ISL dan Piala Indonesia. Managemen SFC menginginkan ini dan saya akan berusaha secara maksimal memenuhinya,” Kata Ivan Kolev. (http://buanasumsel.com | Ivan Kolev Janji Bawa SFC ke Puncak Prestasi)

Namun ternyata, Ivan Kolev gagal mewujudkan target tersebut. Ivan Kolev hanya bisa membawa Sriwijaya FC menduduki peringkat 5 klasemen terakhir kompetisi Indonesian Super League musim 2010/2011 yang lalu. Sedangkan pada musim tersebut, Piala Indonesia tidak dilaksanakan. Otomatis, Ivan Kolev gagal mewujudkan target yang diberikan manajemen Sriwijaya FC dan kontrak Ivan Kolev pun tidak diperpanjang.

Walaupun tidak berhasil memenuhi target yang telah ditetapkan oleh manajemen Sriwijaya FC, namun Ivan Kolev bisa mempersembahkan dua gelar juara yang belum didapatkan oleh Sriwijaya FC. Gelar juara tersebut adalah gelar juara Inter Island Cup dan gelar juara Community Shield pada tahun 2010.

Gelar juara Inter Island Cup didapatkan oleh Sriwijaya FC setelah mengalahkan Persiwa Wamena dengan kedudukan akhir 2-0 melalui Budi Sudarsono dan Park Jung Hwan pada hari Ahad tanggal 05 September 2010 di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring Palembang. Sedangkan gelar juara Community Shield didapatkan oleh Sriwijaya FC setelah mengalahkan Arema Indonesia dengan kedudukan akhir 3-1 melalui gol yang dicetak oleh Budi Sudarsono, Keith Kayamba Gumbs, dan Claudiano Alves dengan lokasi pertandingan yaitu di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada tanggal 25 September 2010.

Setelah musim 2010/2011 selesai dan Ivan Kolev dipecat, akhirnya manajemen Sriwijaya FC menunjuk Kas Hartadi yang merupakan mantan asisten pelatih Ivan Kolev, menjadi pelatih utama Sriwijaya FC pada musim 2011/2012.

Berita sebelumnya : Penjaga Gawang Sriwijaya FC Musim 2011/2012

Selasa, 31 Juli 2012

Penjaga Gawang Sriwijaya FC Musim 2011/2012

Logo Sriwijaya FC ( internet / sriwijaya-fc.com )
Masyarakat penggemar Sriwijaya FC, mungkin sangat beruntung ketika Sriwijaya FC memiliki empat orang penjaga gawang yang terbaik. Selain mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam menjaga gawang, empat orang penjaga gawang Sriwijaya FC tersebut juga tampan dan ramah sehingga menjadi idola bagi masyarakat penggemar Sriwijaya FC.

Adapun nama dari keempat penjaga gawang Sriwijaya FC tersebut adalah Ferry Rontinsulu, Rifky Mokodompit, Andi Irawan, dan Try Hamdani Goentara.

Masyarakat Penggemar Sriwijaya FC dan juga penggemar sepak bola nasional, tentunya sangat mengetahui siapa Ferry Rotinsulu. Penjaga gawang utama Sriwijaya FC ini, lahir di Palu, Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 28 Desember 1982 yang lalu. Sebelum membela Sriwijaya FC, Ferry Rotinsulu merupakan penjaga gawang Persijatim FC yang juga merupakan teman satu tim dari Ismed Sofyan, Eka Ramdhani dan Maman Abdurrahman sebelum musim tahun 2005 yang lalu.

Setelah Persijatim FC di take over oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, banyak juga mantan pemain Persijatim yang memilih untuk tidak bergabung dengan Sriwijaya FC. Mereka lebih memilih untuk pindah klub lain. Namun, ada juga beberapa orang pemain yang masih tetap bergabung dengan Sriwijaya FC, diantaranya adalah Ferry Rotinsulu dan Tony Sucipto.

Minggu, 29 Juli 2012

Pelatih Sriwijaya FC musim 2011/2012

Logo Sriwijaya FC ( internet / sriwijaya-fc.com )
Musim 2011/2012 adalah musim yang sangat berharga bagi para pelatih Sriwijaya FC. Pada musim ini, empat orang pelatih dengan tugas dan wewenang masing-masing, berhasil membawa Sriwijaya FC menjuarai kompetisi Indonesian Super League dan juga Perang Bintang yang dilakukan pada tanggal 15 Juli 2012 yang lalu. Empat orang pelatih Sriwijaya FC tersebut adalah Kas Hartadi, Hartono Ruslan, Keith Kayamba Gumbs, dan Indra Yadi.

Pada awalnya, sebagian masyarakat penggemar Sriwijaya FC terkejut ketika nama Kas Hartadi diumumkan sebagai pelatih Sriwijaya FC meneruskan kepimpinan Ivan Kolev yang tidak berhasil membawa Sriwijaya FC menjadi juara Indonesian Super League musim 2010/2011. Penggemar Sriwijaya FC terkejut, mungkin dikarenakan belum begitu banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh Kas Hartadi dalam melatih tim senior pada sebuah klub sepak bola di Indonesia.

Nama Kas Hartadi sebenarnya tidak terlalu asing bagi sebagian penggemar Sriwijaya FC. Sebelum secara resmi diumumkan sebagai pelatih, mantan pemain Areseto yang lahir di Solo, 6 Desember 1970 yang lalu, merupakan asisten pelatih Ivan Kolev pada musim 2010/2011. Selain itu, Kas Hartadi juga menjadi pernah melatih di Sekayu Youth Soccer Academy (SYSA) dan membawa tim suratin (U-18) Musi Banyuasin, Persimuba, masuk final piala Suratin dan menjadi Runner Up setelah kalah 1-2 ketika berhadapan dengan Arema. Setelah itu, Kas Hartadi pun melatih Sriwijaya FC U-18 dan membawa Sriwijaya FC menjadi klub yang disegani pada kompetisi Indonesian Super League U-18.

Manajemen Sriwijaya FC Musim 2011/2012

Logo Sriwijaya FC ( internet / sriwijaya-fc.com )
Musim 2011/2012 merupakan musim yang memiliki tantangan yang sangat berat bagi jajaran manajemen Sriwijaya FC. Pada musim 2011/2012 tersebut, setiap klub sepak bola professional yang ada di Indonesia, tidak diperbolehkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui keputusan mendagri nomor 01 tahun 2011 terkait tentang larangan bagi klub sepak bola profesional menerima kucuran dana APBD.

Oleh karena itu, jajaran manajemen Sriwijaya FC yang terdiri dari Pembina, Presiden Klub, Direktur Teknik dan Sumber Daya Manusia, Direktur Keuangan, dan Sekretaris Umum PT. Sriwijaya Optimis Mandiri, berusaha sekuat tenaga guna menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang ada di Sumatera Selatan untuk menjadi sponsor Sriwijaya FC musim 2011/2012 yang lalu.

Hasil dari kerja sama tersebut sangatlah membanggakan. Sriwijaya FC sukses melalui musim 2011/2012 dengan lancer dan juga sukses menjadi klub pertama yang menjuarai Indonesian Super League tanpa menggunakan dana APBD.

Pembina Sriwijaya FC musim 2011/2012 dijabat oleh Ir. H. Alex Noerdin, SH. Selain menjabat sebagai Pembina Sriwijaya FC, Ir. H. Alex Noerdin, SH, juga merupakan Gubernur Sumatera Selatan yang dibanggakan oleh masyarakat. Sebagai Gubernur, Ir. H. Alex Noerdin, SH, telah menjadi pelopor pemberian fasilitas program pendidikan gratis dan berobat gratis kepada masyarakat Sumatera Selatan dan tentunya akan bermanfaat bagi mereka.

Serba serbi perang bintang

Perang Bintang ( internet / zonaterbaik.com )
Minggu malam tanggal 15 Juli 2012, bertempat di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring Palembang, Manajemen Sriwijaya FC menjadi panitia pelaksana pertandingan Perang Bintang yang mempertemukan antara Sriwijaya FC melawan dua puluh orang pemain yang berlaga di kompetisi Indonesian Super League dan tergabung dalam tim ISL All Star. Hasil akhir pertandingan tersebut adalah kemenangan buat Sriwijaya FC setelah Rifky Mokodompit menjadi pahlawan karena berhasil menggagalkan dua tendangan penalti yang dilakukan oleh pemain ISL All Star.

Pertandingan tersebut berlangsung sangat menarik dan menghibur serta membuat jantung para penggemar Sriwijaya FC berdetak kencang karena Sriwijaya FC sempat tertinggal 0-1 terlebih dahulu melalui gol yang dicetak oleh Alberto Goncalves. Selain penampilan yang cantik dan menarik dari pemain yang berlaga, ada juga kisah-kisah unik dan menarik yang menurut saya pantas untuk diperhatikan sehingga bisa diambil sebuah kesimpulan, manfaat, ataupun pelajaran dari kisah tersebut.

Rabu, 25 Juli 2012

Perang Bintang : Pembuktian Rifky Mokodompit

Rivky Deython Mokodompit ( internet / sripoku.com )
Setelah Sriwijaya FC berhasil menjuarai kompetisi dan menyelesaikan sisa pertandingan di kompetisi Indonesian Super League musim 2011/2012, pemain Sriwijaya FC ditantang oleh pemain yang berlaga di ISL musim 2011/2012 yang tergabung dalam nama ISL All Star yang berjumlah dua puluh orang dalam pertandingan yang berjudul Perang Bintang 2012.

Bertempat di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring Palembang, pertandingan tersebut dilaksanakan. Disaksikan puluhan ribu penonton yang memadati stadion dan juga disaksikan oleh jutaan pasang mata melalui layar kaca, pertandingan babak pertama berlangsung sangat aktraktif dan sangat menarik.

Ketika wasit Thoriq Alkhatiri menipukan peluit tanda babak pertama dimulai, para pemain Sriwijaya FC yang mendapatkan tendangan bola pertama kali, langsung berusaha menguasai jalannya pertandingan. Serangan dari kaki ke kaki, terus dibangun oleh pemain Sriwijaya FC guna menekan pertahanan ISL All Star dan mencetak gol sehingga mendapatkan kemenangan.

Semua elemen Sriwijaya FC, galau

Logo Sriwijaya FC ( internet / sriwijaya-fc.com )
Walaupun Sriwijaya FC sudah dipastikan menjadi juara kompetisi Indonesian Super League musim 2011/2012, namun rasa galau masih menyelmiuti jajaran manajemen dan elemen Sriwijaya FC yang lainnya. Satu alasan yang membuat mereka galau adalah mengenai kepastian berlaga di kompetisi Liga Champion Asia.

Seperti ktia ketahui bersama bahwa manajemen Sriwijaya FC lebih memilih untuk berlaga di Kompetisi Indonesian Super League (ISL) daripada berlaga di kompetisi Indonesian Premier League (IPL) yang diakibatkan dualisme dalam kepengurusan PSSI. Keputusan untuk berlaga di Indonesian Super League dikarenakan klub yang berlaga di IPL, kekuatannya tidak merata sedangkan klub-klub besar dan berpengalaman, semuanya memilih untuk berlaga di ISL.

Sedangkan alasan lain yang membuat manajemen Sriwijaya FC lebih memilih untuk berlaga di ISL adalah karena pengurus PSSI dibawah kepemimpinan Djhohar Arifin dinilai telah melanggar aturan, memasukkan klub-klub yang seharusnya terdegradasi ataupun menjalani hukuman, kembali berlaga di kompetisi PSSI. Tentu saja keputusan ini membuat klub-klub lain menjadi marah karena untuk masuk kompetisi tertinggi di Indonesia, harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, mengeluarkan tenaga, dan juga bukan tidak mungkin akan mengorbankan darah guna berada di kasta tertinggi di Indonesia.

Ada yang unik dari Sriwijaya FC

Logo Sriwijaya FC ( internet / sriwijaya-fc.com )
Ketika kita mau menyempatkan waktu sejenak guna mempelajari apa yang dialami oleh Sriwijaya FC selama lima tahun terakhir, maka kita akan mendapatkan suatu fakta yang unik. Ini bukan tentang pemain, pelatih, ataupun selebrasi gol yang dilakukan oleh pemain, melainkan gelar juara Indonesian Super League yang didapatkan oleh Sriwijaya FC musim 2011/2012 ini.

Kita tentu mengetahui bahwa Sriwijaya FC telah dua kali mendapatkan gelar juara. Gelar pertama yang didapatkan yaitu pada tahun 2007 yang lalu dan gelar kedua yaitu pada musim 2011/2012 yang baru saja selesai.

Pada saat tahun 2007 yang lalu, Sriwijaya FC berhasil menjuarai Divisi Utama Liga Indonesia setelah mengalahkan PSMS medan dengan kedudukan akhir 3-1 melalui gol yang dicetak oleh Anoure Richard Obiora, Keith Kayamba Gumbs, dan Zah Rahan Krangar. Setelah pertandingan final tersebut selesai dan Sriwijaya FC menjadi juara, maka kompetisi dengan nama Divisi Utama Liga Djarum, telah berakhir dan berganti nama menjadi Indonesian Super League.

Setelah tahun 2007 tersebut, Sriwijaya FC kembali mendapatkan juara pada musim 2011/2012 dengan nama kompetisi yang baru, yaitu Indonesian Super League. Setelah lima tahun menanti, Sriwijaya FC akhirnya menjadi klub sepak bola terakhir yang menjuarai kompetisi dengan nama Indonesian Super League.